Rabu, 13 Oktober 2010

H. Ahmad Jubeir Marbun: Pendidikan Tanpa Batas

Pada tahun 1986, tepatnya pada hari kemerdekaan RI, tanggal 17 Agustus, pengumuman nama-nama siswa-siswi teladan di Pakkat diumumkan. Salah satu yang menjadi siswa teladan ke-3 se kec. Pakkat adalah Ahmad Jubeir Marbun yang mewakili harumnya nama SD I Negeri No 173462 saat itu.

Bagi anak yang dilahirkan sekitar tahun 1974 ini pendidikan bukanlah merupakan sebuah beban dalam kehidupannya. Mengukir prestasi, memberi motivasi kepada orang lain merupakan dua hal yang sangat digandrunginya.

Maka tidak heran, beberapa prestasi pernah diukirnya diantaranya, siswa dengan NEM tertinggi serayon, juara MTQ di Balige, juara MTQ di Dolok Sanggul dab menjuarai beberapa cerdas cermat tingkat sekolah.

Memberi inspirasi kepada orang lain, membuatnya tidak pernah patah arang untuk mencoba tantangan-tantangan pendidikan misalnya melamar STAID yang dibina oleh Menteri Ristek saat itu BJ Habibi, STT Telkom, STAN dan lain sebagainya, walau akhirnya cucu Ompung Guru Hajjah Khadizah Naingolan ini dari anak bungsunya Tuan Guru Mahmun Syarief Marbun bersama Ummi Rotua Sitohang, berlabuh untuk kuliah di Fakultas Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara, sebuah jurusan paforit saat itu.

Para cucu Ompung Guru Hajjah Khadizah Nainggolan menjadiknnya idola demi memacu semangat mengejar ketertinggalan yang biasanya dialami oleh mereka yang lahir di masyarakat rural. Dia merupakan pelopor "Think Globally, Act Locally" bagi keluarga besarnya.

Pada saat umurnya sudah mencapai pertengahan 30-an, beliau masih menunjukkan taring hobbinya untuk menuntut ilmu dengan berangkat ke Bangalore, India demi menguasai Bachelor of Computer Applications (BCA). bangalore merupakan pusat pengembangan dan pelatihan IT terkemuka di India.

Baginya tidak ada batas untuk bersekolah. Tidak ada limit untuk pendidikan. belajar harus dilakukan sampai ke liang lahat. Suriteladan yang ditunjukkan melalui sikap-sikap kecintaan untuk belajar inilah yang menjadi inspirasi dan motovasi kepada keluarganya.

Beliau, yang telah menunaikan rukun Islam ke-5 dua kali itu, menikah dengan Ustadzah br Galingging, seorang guru yang mendedikasikan hidupnya untuk mengajar anak-anak terpelosok di desa Parmonangan di kec. Pakkat, Humbang Hasundutan.

Beberapa nasehat dan motivasinya masih membekas di mata santri-santrinya yang diajarinya di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Cabang Lae Toras, Tarabintang, Humbang Hasundutan. Walau beberapa di antara mereka telah tamat kuliah dan bekerja pada bidang masing-masing. Bagi mereka nama Ustadz Ahmad Jubeir Marbun merupakan kenangan yang tak terlupakan dengan metodologi pengajaran yang menyenangkan dan membahagiakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar